DETIK TV SUMSEL | Lubuk Linggau - Secara mengejutkan lewat Putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, memiliki dampak yang serius bagi pemetaan koalisi yang sedang dipersiapkan oleh partai politik. Dalam isi putusan itu, MK memastikan partai politik (parpol) maupun gabungan parpol bisa mengajukan calon kepala daerah meski tanpa kursi DPRD. Hal ini membuka peluang bagi partai politik untuk mengusung Pasangan Calon Kepala daerah kendati partai tersebut tidak memilki kursi DPRD.
Melalui tulisan ini saya mencoba mengemukakan pendapat saya, apa dampak dari putusan ini terhadap parpol, bagaimana sikap para koalisi, dan apa sesungguhnya yang terjadi dengan para pemimpin negeri kita hari ini. Bagaimana pula akibat keserakahan dan kesombongan partai politik terkait dukungan kepada bakal calon Kepala daerah di Pilkada 2024.
Sebagai referensi disini dijelaskan sekelumit sejarah runtuhnya atau kejatuhan hegomoni kekuasaan dimasa lalu dengan mengutip beberapa ayat Alquran sebagai literasi atau dalil bahwa, sehebat apapun kekuasaan cepat atau lambat pada akhirnya akan runtuh.
Pertama, Putusan MK nomor 60, sebagai pertanda demokrasi yang mati mulai bangkit. Demokrasi telah mati karena sistem kekuasaan otoriter. Satu contoh, koalisi partai besar telah mengangkangi hak konstitusional partai politik kecil. Bagi partai kecil yang tak punya uang banyak jangan berharap untuk ikut serta dalam kontestasi perpolitikan pilkada.
Artinya dengan putusan ini pertanda baik bagi masa depan demokrasi yang selama ini rakyat nyaris kehilangan kepercayaan pada proses demokratisasi dengan perilaku para elite partai politik dalam pencalonan kepala daerah yang cenderung mengarah pada politik kartel.
Mengingat sifat putusan itu final dan mengikat serta berlaku seketika setelah dibacakan, maka parpol bisa menjadikan putusan MK itu sebagai dasar mengajukan paslon tanpa harus tersandera oleh kepentingan yang berasal dari luar partai.
Selain itu dengan Putusan itu juga potensi terjadinya kotak kosong dapat diminimalisir, yang selanjutnya diharapkan bisa menjadikan para elite parpol kembali ke jati dirinya, berdaulat dalam mengambil keputusan dengan menjadikan suara rakyat sebagai basis pertimbangannya.
Sehingga dengan Putusan itu, saya jadi teringat sejarah runtuhnya kekuasaan manusia, raja -raja, dinasti terdahulu. Penyebabnya tidak lain karena kegilaan pada harta ,tahta, kedudukan dan kekuasaan. Karena kekuasaan mereka jadi sombong yang akhirnya mereka mengalami kejatuhan.
Selain itu, putusan ini juga sungguh diluar dugaan dan ini pertanda bahwa sehebat apapun kekuasaan dan kekuatan uang pada akhirnya akan runtuh juga dan harus diingat pula bahwa ini pertanda bahwa hegemoni kekuasaan Rezim ini secara perlahan akan segera berakhir.
Kita flashback kebelakang. Lihat bagaimana sejarah runtuhnya peradaban Mesir Kuno, salah satunya diakibatkan adanya konflik internal kerajaan, krisis ekonomi, bencana alam hingga kezaliman serta kemaksiatan yang memuncak.
Quraish Shihab, ahli tafsir pernah mengatakan, apabila disuatu kaum kemaksiatan dan kezaliman telah memuncak, maka dalam waktu yang tak lama mereka akan binasa.
Demikian halnya kesultanan Turki Usmani yang berkuasa hingga enam abad lebih, yakni dari tahun 1299 hingga 1922. Runtuhnya kesultanan ini disebakan tiga hal, yakni muncul konflik internal elit yang tak kunjung selesai, intervensi dan serangan negara luar (Eropa) dan gerakan makar politik zionis dan freemasonry terhadap kekuasaan. Namun diantara ketiga faktor itu yang memainkan peranan paling penting adalah makar politik terhadap kekuasaan sebagai penyebab utama runtuhnya kekuasaan Turki Usmani.
Demikian juga kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Keruntuhan bagdad dimasa kejayaan dinasti Abbasiyah 1258 M, disebakan beberapa permasalahan yaitu lemahnya sistem pemerintah pusat dan politiknya, kemorosatan moral, hidup bermewah mewah serta berpoyah poyah dikalangan elit dan para penguasa. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh kekaisaran Mongol dipimpin hulagu Khan akhirnya dinasti ini runtuh seketika.
Melihat tiga peristiwa dalam sejarah yang telah kita dikemukakan itu, akhirnya saya jadi tidak ragu ingin mengatakan bahwa putusan MK ini merupakan hukuman dan pertanda kejatuhan rezim saat ini. Lihat bagaimana drama kekuasaan dan kekuatan uang telah memainkan perannya mengobok-obok sistem perpolitikan kita saat ini.
Bagaimana pula persengkokolan atau koalisi antar partai penguasa dan pemodal (cukong dan bandar) bersatu hanya untuk mencegal seorang Anies. Lalu, dengan gagahnya mereka yang berwatak foedalistik dan culas ini memborong semua partai. Sungguh negeri Ini adalah negeri lelucon, yang penguasanya terdiri dari manusia yang bermental rakus, culas , feodal, bahkan munafik yang gila akan tahta, uang dan kekuasaan.
Nah, dengan munculnya putusan MK tersebut, merupakan pukulan telak sekaligus membuyarkan money politik dari sistem perpolitikan hari ini. "Tak hanya itu putusan itu juga telah memporak porandakan hegemoni koalisi partai penguasa yang tadinya telah membuat kita patah semangat untuk terus hidup di Negara yang nyaris hampir punah ini."
Saya tidak pada posisi menyudutkan, tetapi saya hanya mengingatkan, bahwa elit partai, para petinggi , cukong atau bandar (Pemodal) untuk sadar bahwa betapun hebatnya kalian, namun rakyat kecil janganlah diabaikan apalagi dizalimi dan ketahuilah bagi para pelaku kezaliman Allah telah mengingatkan, “Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim.” (QS Al-Hud :18).
Dan bagi elit yang telah tenggelam dengan kubangan dosa dan kemaksiatan politik (Rocky Gerung), tentu kalian pasti mengatakan, bahwa kalian tak bisa dilawan. Tetapi perlu kalian ketahui bahwa Fir'aun yang berkuasa selama 400 tahun lebih dan begitu hebat itu telah diruntuhkan oleh orang biasa bahkan dianggap hina dimasa itu yakni Musa, as. Begitu juga kekuasaan Bangsa 'Ad yang tak ada tandingannya dimasa itu, dibinasakan oleh Allah hanya dengan kiriman semacam angin puting beliung yang mematikan (QS. Fussilat/41: 15).
Jadi, orang seperti Anies, lalu Partai buruh, partai Gelora dan partai kecil lain serta rakyat kecil yang tak berdaya ini adalah bisa saja menjadi Musa-Musa baru, atau angin puting beliung, bahkan tsunami, yang suatu saat akan membinasakan sekuat apapun Rezim ini. Lalu, saat itulah kalian baru tersadarkan betapa malangnya diri kalian yang telah tertipu serta terperdaya oleh kekuasaan haram ini.
Dan harus diingat pula bahwa Persengkokolan atau pemufakatan jahat, serta akal bulus, tak selamanya bisa bertahan apalagi mengalahkan kebenaran."Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya (QS. Ali-imran/3: 54).
Jadi, berdasarkan uraian yang dikemukakan, ternyata penyebab runtuh dan jatuhnya kekuasaan dinasti atau kekaisaran dan raja-raja terdahulu itu tidak lain karena sistem Pemerintahan yang otoriter. Dimana Para elit didalamnya berwatak rakus, dan culas dimana uang dan kekuasaan sebagai tujuan hidupnya. Mereka-pun suka meremehkan yang lemah lalu menjlat yang diatas. Inilah penomena sosial bangsa kita hari ini yang sulit dicarikan obatnya kecuali kematian.
Ada pepatah orang tua kita dahulu mengatakan, seorang bisa jatuh karena sering meremehkan yang kecil. "Dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.” (QS.Al-Kahfi:34).
Ayat ini mengingatkan bahwa kita tak boleh merasa diri lebih besar dari yang kecil. Menganggap remeh yang lemah itu berbahaya dan bisa menyebabkan kejatuhan. Lihat, bagaimana bangsa mongol yang tak punya peradaban dapat menumbangkan kekuasaan Abbasiyah yang hampir menguasai bagdad berabad abad lamanya. Demikian halnya bambu runcing telah memenangkan pertarungan melawan meriam saat perjuangan para pahlawan kita mengusir penjajah.
Akhirnya penutup tulisan singkat ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 telah mengubah warna dan peta politik di berbagai daerah. Dari sudut pandang demokrasi, putusan ini juga merupakan bentuk perlindungan terhadap hak-hak konstitusional partai politik kecil ataupun yang baru untuk turut serta dalam pemilihan kepala daerah.
Selain itu, putusan ini juga telah memberi kesempatan dan harapan bagi calon kepala daerah yang sudah patah arang dan putus asa, kembali punya peluang mencari partai agar bisa mendorong pencalonannya.
Sedangkan secara moral, saya juga ingin berpesan, bahwa sehebat apapun koalisi partai besar melakukan persengkokolan atau pemufakatan jahat untuk menjatuhkan lawan politiknya, tidaklah sebanding dengan kekuatan diluar nalar kita yaitu kekuatan alam. Dan ingatlah bahwa kesombongan yang memuncak pertanda kejatuhan seseorang sudah dekat, mengutip J.E Sahetapy seorang pakar hukum pidana.
Penulis adalah Lulusan tahun 1999 Fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah UIN Raden Fatah Palembang. (Tim)